Jumat, 27 Februari 2009

Fenomena Pengangguran Indonesia (Sessi-1)

Jika putus asa karena tidak bekerja diperbolehkan, mungkin banyak pengangguran di Indonesia akan meloncat dari gedung-gedung yang tinggi. Jika prostitusi dan penjualan ganja dihalakan, mungkin akan banyak penyedia yang menyesatkan daripada konsumen bisnis tersebut. Syukurnya, Allah mengharamkan hal-hal yang dapat menyesatkan itu, sehingga manusia yang diberi akal pikiran berusaha untuk berjuang hidup di tengah susahnya kehidupan itu sendiri. Sehingga pengharaman itu diperkuat dengan hukum dan kemampuan nalar manusia sebagai khalifah di dunia ini.

Seminggu yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pria asal Cianjur. Saat itu kami berdua sama-sama mendapat panggilan interview untuk sebuah perusahaan wisata di Kota Bandung. Ayah dua anak ini banyak bercerita tentang dirinya, dan aku pun mencoba untuk menjadi pendengar yang baik baginya.
Sekitar 13 tahun lalu ia bekerja sebagai seorang pegawai di sebuah kapal pesiar United States of America (USA). Setelah 10 tahun melanglang buana di bahari biru dunia ini, ia berniat untuk membuka usaha kafe di kampung yang telah lama ia tinggalkan. Dengan modal yang cukup kuat, ia pun membuka sebuah usaha kafe di tepian jalan raya Cianjur. Hasilnya, banyak pengunjung yang tertarik untuk melepas penat di kafenya, walau hanya sekedar minum teh seduhan istri tercintanya. Setiap hari, kafenya menjadi tempat persinggahan orang-orang yang baru saja melakukan perjalanan Jakarta-Bandung. Tentunya, ia mendapat penghasilan yang cukup untuk membiayai kehidupan anak istrinya, empat karyawannya, beserta modal kafenya.



Dua tahun berjalan, kafe miliknya terpengaruh arus lajunya pembangunan di sekitar Jakarta dan Bandung. “Sejak adanya tol cipularang yang menghubungkan Jakarta-Bandung, kafe saya jadi sepi. Karena sudah banyak orang yang menggunakan fasilitas tol tersebut. Yah, mungkin kalau lewat tol, waktu perjalanan jadi lebih singkat daripada melintasi Cianjur,” ujar pria yang saat itu mengenakan kemeja biru tersebut.
Pria tersebut pun menutup usahanya, sehingga empat karyawannya terpaksa di berhentikan. Sedangkan ia dan keluarga hidup dari hasil kontrakan gedung eks-kafe yang menjadi ruko sebuah bisnis sepatu. Setengah tahun berlalu, ia berpikir tidak mungkin ia hanya mengandalkan hasil kntrakan untuk kebutuhan hidup.
Akhirnya saya inisiatif untuk mencari kerja. Yah, jadi pekerja lagi. Sedangkan istri membantu saya dengan menjual kue ke warung-warung,” ujar pria yang kepalanya tampak plontos itu.
Sebenarnya, ia ingin bekerja lagi di pelayaran internasional apalagi dengan gaji dalam satuan dolar, tapi umur sudah tidak memungkinkannya lagi. Jadi, ia mencari kerja di ‘daratan’ saja, ujarnya.
Itu hanyalah sebuah cerita di antara pencari kerja yang ada di Kota Bandung ini, bahkan di Indonesia. Cerita yang menggambarkan bahwa pengangguran masih sangat tinggi di Negara ini. Lihat saja, pria yang bertekad untuk membuka lapangan kerja itu harus bangkrut dan mencoba mencari kerja lagi sebagai calon karyawan. Usahanya bangkrut seiring dengan terjadinya krisis global.

Tidak ada komentar: