Rabu, 11 Februari 2009

Pontianak untuk Anak-Cucu ku (2)



PONTIANAK sebagaimana daerah lain di Indonesia, juga memiliki sejarah yang kini hamper jarang diceritakan pada generasi muda. Tapi aku wajib menceritakan pada anak cucuku kelak tentang kisah perjuangan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie mendirikan Kota Pontianak ini pada 23 Oktober 1771. Tentang bagaimana pasukan Sultan Pertama Pontianak ini mengalahkan ketakutan dengan ke-ikhtiarannya pada Alloh SWT karena pada waktu itu, kota dihantui oleh makhluk halus yang bernama Kuntilanak. Tentang bagaimana Sultan menentukan letak istananya berdasarkan tempat jatuhnya tiga peluru yang ditembakkan dari meriamnya. Peluru pertama sebagai komplek pemakaman keluarga Istana Kadariyah, peluru kedua sebagai tempat didirikannya masjid pertama di Pontianak yaitu Masjid Jami, dan peluru ketiga sebagai penunjuk lokasi dibangunnya istana cikal bakal pemerintahan Kota Pontianak. Hingga akhirnya kini Pontianak menjadi kota akulturasi dari berbagai macam kebudayaan, di antaranya dayak, melayu, tionghoa, dan jawa.

PONTIANAK juga memiliki tokoh-tokoh kepahlawanan yang pantas dikenang dari lingkungan keistanaan. Hanya saja, tokoh-tokoh tersebut seakan terlupakan karena setahuku, tidak ada nama-nama mereka yang disebutkan ketika aku atau adik-adikku masih bersekolah. Bahkan, Sultan Hamid II yang berjasa bagi Indonesia pun hamper tidak dikenal. Aku pernah bertanya pada adikku yang kini bersekolah di sekolah menengah atas. Ia menjawab bahwa Sultan Hamid II adalah pahlawan yang diabadikan namanya menjadi nama jalan. Tapi ia tidak tahu kenapa Sultan Hamid II dianggap sebagai pahlawan.
Yah, banyak yang tidak tahu bahwa Sultan Hamid II tidak hanya dikenal di Pontianak pada masanya. Tapi ia juga sangat berjasa bagi Negara Indonesia ini. Ia adalah tokoh yang mempersembahkan karyanya berupa Lambang Burung Garuda untuk Indonesia. (http://swaramuslim.com/galery/more.php?id=A5657_0_18_0_M)


PONTIANAK, andaikan pemerintah dan masyarakat jeli melihat potensi pariwisata dan history yang terkandung di dalamnya. Aku masih ingat ketika menyusuri sungai Kapuas, yang terlintas dibenakku sungai ini dapat dikembangkan menjadi asset wisata selayaknya di Venesia, Italia. Meskipun kota yang dilintasi Equator Line ini panas, tapi hijaunya pepohonan dan gelombang kecil air sungai menyejukkan pemandangan. Pengunjung dapat menikmati pemandangan kota dengan menggunakan sampan, atau kapal bermotor sambil merasakan desiran angin sepoi dan riak sungai.


PENGUNJUNG juga dapat menikmati Sunset hingga lampu-lampu sudut kota pada malam hari dinyalakan sambil menikmati makanan khas Pontianak di atas kapal bermotor seperti Kapal Galaherang ataupun Sarasan. Jika pengunjung hanya sekedar duduk berlama-lama di tepai sungai, banyak kafe terapung seperti Sarasan dan Pak We yang menyediakan fasilitas tersebut. Duduk sambil menikmati seafood yang menggiurkan, Yummy, aku jadi kepingin deh.

Tidak ada komentar: